TEORI BELAJAR MULTIPLE INTELLIGENCES

Latar Belakag Teori Multiple Intellingences

Multiple Intelligences

Multiple Intelligences

Teori tentang multiple intelligences ini berdasarkan pakar Psikologi Harvard Howard Gardner. Gardner mengemukakan bahwa pandangan klasik percaya bahwa inteligensi merupakan kapasitas kesatuan dari penalaran logis, dimana kemampuan abstraksi sangat bernilai. Pandangan ini berdasar pada teori general (g) intelligence dari Spearman yang menganggap inteligensi sebagai kekuatan mental yang yang timbul selalma aktifitas intelektual dan dapat digambarkan dalam berbagai tingkatan. Sama dengan Thurstone dan beberapa ahli psikometri lain Gardner melihat bahwa inteligensi merupakan meliputi beberapa kemampuan mental. Namun demikian psikolog Universitas Harvard tersebut tidak terlalu terlalu peduli dengan bagaimana menjelaskan dan menuangkannya dalam skor tes psikometri yang bersifat lintas budaya.

Inteligensi, menurut Gardner, merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah dalam situasi budaya atau komunitas tertentu, yang terdiri dari tujuh macam inteligensi. Meskipun demikian, Gardner menyatakan bahwa jumlah tersebut bisa lebih atau kurang, tapi jelas bukan hanya satu kapasitas metal. Pertanyaan tentang kenapa individu memilih berada dalan peran-peran yang berbeda (ahli fisika,petani, penari), memerlukan kerja berbagai kecerdasan sebagai suatu kombinasi, dalam penjelasannya.

Kecerdasan menurut nya, merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.

Kita bisa mencontohkan apakah Einstein akan sukses seperti itu bila dia masuk di Jurusan Biologi atau belajar main bola dan Musik…jelas masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planc, Stephen Howking, Newton adalah jenius-jenius, tetapi bab olah-raga maka Zidane, Jordane, Maradona adalah jenius-jenius dilapangan, juga Mozart, Bach adalah jenius-jenius dimusik. Dst..dst…juga Thoman A. Edison adalah jenius lain, demikian juga dengan para sutradara film, bagaimana mereka mampu membayangkan harus disyuting bagian ini, kemudian setelah itu, adegan ini, ini yang mesti keluar dengan pakaian jenis ini, latar suara ini, dan bahkan dialog seperti itu, ini adalah jenius-jenius bentuk lain. Disinilah Howard Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.

Teori Gardner berdasar pada sintesa berbagai macam bukti dari sumber-sumber yang berbeda :

1. Studi terhadap orang normal yang mengalami kerusakan otak karena trauma atau stroke, yang mendukung pendapat tentang inteligensi terpisah yang mengatur pemikiran spasial dan bahasa.
2. Dukungan profil intelektual dari populasi-populasi khusus, seperti prodigies dan idiot savants, yang mengindikasikan bahwa inteligensi merupakan kemampuan-kemampuan yang terpisah.
3. Bukti dari mekanisme pemprosesan informasi.
4. Dukungan dari psikologi eksperimental dan psikologi kognitif
5. Penemuan-penemuan psikometris.
6. Arah perkembangan karakteristik dari manifestasi umum dan mendasar, menuju kondisi akhir berupa keahlian yang memungkinkan.
7. Penemuan dalam bidang biologi evolusioner.
8. Dukungan dari konsep-konsep yang ada pada sistem simbol.

Gardner menekankan dalam jenis inteligensinya bahwa inteligensi hanya merupakan konstrak ilmiah yang secara potensial berguna. Multiple intelligences menurut Gardner, meliputi :

Kecerdasan spasial

Kecerdasan merupakan kecerdasan seseorang yang berdasar pada kemampuan menangkap informasi visual atau spasial, mentransformasidan meodifikasinya, dan membentuk kembali gambaran visual tanpa stimulus fisik yang asli. Kecerdasan ini tidak tergantung sensasi visual. Kemampuan pokoknya adalah kemampuan untuk membentuk gambaran tiga dimensi dan untuk menggerakkan atau memutar gambaran tersebut. Individu yang dominan memiliki kecerdasan tersebut cenderung berpikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar. Mereka sangat menyukai bentuk-bentuk peta, bagan, gambar, video ataupun film sebagai media yang efektif dalam berbagai kegiatan hidup sehari-hari.

Kecerdasan bahasa

Kecerdasan merupakan kecerdasan individu dengan dasar penggunaan kata-kata dan atau bahasa. Meliputi mekanisme yang berkaitan dengan fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Mereka yang memiliki kecerdasan tersebut, mempunyai kecakapan tinggi dalam merespon dan belajar dengan suara dan makna dari bahasa yang digunakan. Pada umumnya merupakan ahli yang berbicara di depan public. Mereka lebih bisa berpikir dalam bentuk kata-kata daripada gambar. Kecerdasan ini merupakan aset berharga bagi jurnalis, pengacara, pencipta iklan.

Kecerdasan logis matematis.

Kecerdasan tersebut mendasarkan diri pada kemampuan penggunaan penalaran, logika dan angka-angka matematis. Pola pikir yang berkembang melalui kecerdasan ini adalah kemampuan konseptual dalam kerangka logika dan angka yang digunakan untuk membuat hubungan antara berbagai informasi, secara bermakna. Kecerdasan ini diperlukan oleh ahli matematika, pemrogram komputer, analis keuangan, akuntan, insinyur danilmuwan.

Kecerdasan jasmani kinestetik.

Kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh dan memainkan benda-benda secara canggih, merupakan bentuk nyata dari kecerdasan tersebut. Individu akan cenderung mengekspresikan diri melalui gerak-gerakan tubuh, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu melakukan berbagai maneuver fisik dengan cerdik. Melaui gerakan tubuh pula individu dapat berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya, mengingat dan memproses setiap informasi yang diterimanya. Kecerdasan ini dapat terlihat pada koreografer, penari, pemanjat tebing.

Kecerdasan musikal.

Kememungkinkan individu menciptakan, mengkomunikasikan dan memahami makna yang dihasilkan oleh suara.. Komponen inti dalam pemprosesan informasi meliputi pitch, ritme dan timbre. Terlihat pada komposer, konduktor, teknisi audio, mereka yang kompeten pada musik instrumentalia dan akustik.

Kecerdasan interpersonal,

Kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan dalam berhubungan dan memahami orang lain di luar dirinya. Kecerdasan tersebut menuntun individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain, agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan. Sehingga terbentuk kemampuan yang bagus dalam mengorganisasikan orang, menjalin kerjasama dengan orang lain ataupun menjaga kesatuan suatu kelompok. Kemampuan tersebut ditunjang dengan bahasa verbal dan non-verbal untuk membuka saluran komunikasi dengan orang lain.

Kecerdasan intrapersonal,

Kecerdasan intrapersonal tergantung pada proses dasar yang memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-perasaan mereka, misalnya membedakan sakit dan senang dan bertingkah laku tepat sesuai pembedaan tersebut. Kecerdasan ini memungkinkan individu untuk membangun model mental mereka yang akurat, dan menggambarkan beberapa model untuk membuat keputusan yang baik dalam hidup mereka.

Teori Pengkondisian

Teori Pengkodisian disebut juga learned reflexes atau refleks karena latihan, sebagian ahli juga menyebutnya sebagai teori belajar asosiatif. Teori ini ditemukan di dekade 1890-an, namun baru diterbitkan pada tahun 1927 dalam Conditioned reflexes: An Investigation of the physiological Activity of the Cerebral Cortex.

Percobaan Pavlov

Percobaan Pavlov

Percobaan Pavlov

Percobaan tersebut dilakukan pada seekor anjing, kegiatannya adalah memberi makan anjing eksperimen dan mengukur volume air liur anjing tersebut di waktu makan. Setelah prosedur yang sama dilakukan beberapa kali, ternyata anjing tersebut mengeluarkan air liur sebelum menerima makanan. Pavlov menyimpulkan bahwa beberapa stimulus baru seperti pakaian peneliti yang serba putih, telah diasosiasikan oleh anjing tersebut dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air liur.

Proses conditioning biasanya mengikuti prosedur umum yang sama. Misalkan seorang pakar psikologi ingin mengkondisikan seekor anjing untuk mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi lonceng. Sebelum conditioning, stimulus tanpa pengkondisian (makanan dalam mulut) secara otomatis menghasilkan respons tanpa pengkondisian (mengeluarkan air liur) dari anjing tersebut. Selama pengkondisian, peneliti membunyikan lonceng dan kemudian memberikan makanan pada anjing tersebut.

Bunyi lonceng tersebut disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur. Namun, setelah peneliti mengulang-ulang asosiasi bunyi lonceng-makanan, bunyi lonceng tanpa disertai makanan akhirnya menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur. Anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan bunyi lonceng dengan makanan. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian (conditioning Stimulus/CS), dan keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian (Unconditioning Stimulus/UCS).

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.

Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.

Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Teori Pengkondisian ini lebih tepat digunakan untuk mahluk hidup yang memiliki perkembangan kognitif belum optimal/pemikiran yang belum kompleks.

Pendidikan – Konsep SCL (Student-Centered Learning)

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada dosen menjadi pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif mahasiswa ini berarti dosen tidak mengambil hak anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses SCL, maka mahasiswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam , dan pada akhimya dapat meningkatkan mutu kualitas mahasiswa.

Pembelajaran yang inovatif dengan metode SCL memiliki    keragaman    model    pembelajaran    yang   menuntut partisipasi aktif dari mahasiswa Metode-metode tersebut diantaranya adalah: (a). Berbagi informasi (Information Sharing) dengan cara: curah gagasan (brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kdompok (group discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium, dan seminar; (b). Belajar daripengalaman (Experience Based) dengan cara simulasi, bermain peran (roleplay), permainan (game), dan kelompok temu; (c). Pembelajaran melalui Pemecahan Masalah (Problem Solving Based) dengan cara: Studi kasus, tutorial, dan lokakarya  Metode   SCL kini dianggap lebih sesuai dengan kondisi ekstemal masa kini yang menjadi tantangan bagi mahasiswa untuk mampu mengambil keputusan secara efektif terhadap problematika yang dihadapinya. Melalui penerapan SCL  mahasiswa harus berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisis dan dapat memecahkan masalah-masalahnya sendiri. Tantangan bagi dosen sebagai pendamping pembelajaran siswa, untuk dapat menerapkan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa perlu memahami tentang konsep, pola pikir, filosofi, komitmen metode, dan strategi pembelajaran. Untuk menunjang kompetensi dosen dalam proses pembelajaran berpusat pada mahasiswa maka diperlukan peningkatan pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan ketrampilan dosen sebagai fasititator dalam pembelajaran berpusat pada siswa. Peran dosen dalam pembelajar berpusat pada mahasiswa bergeser dari semula menjadi pengajar (teacher) menjadi fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitasi. Dalam hal ini adalah memfasil tasi proses pembelajaran siswa. Dosen menjadi mitra pembelajaran yang berfungsi sebagai pendamping (guide on the side) bagi siswa.

SCL - Layout Kelas SCL

SCL - Layout Kelas SCL

Persiapan menjadi fasititator memerlukan upaya khusus yang berkesinambungan. Selain bekal pengetahuan, juga diperlukan latihan-latihan yang terus menerus agar supaya pengetahuan itu menjadi ketrampilan. Ibarat orang membuat kue, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan bahan-bahan dan membaca resep, tetapi juga harus meramu sesuai resepnya, kemudian memasaknya. Bahkan kadang-kadang diperlukan cara yang berbeda, dan penambahan bahan-bahan dengan prosedur yang tepat sehingga dihasilkan kue yang lezat. Demikian pula menjadi fasilitator, selain persiapan pengetahuan, latihan-latihan, juga perlu pengalaman. Melalui pengalaman dan praktek menjadi fasilitator maka akan diperoleh tambahan bekal yang semakin banyak sehingga kita akan dapat menemukan sendiri cara yang tepat, efektif, dan efisien dalam memfasilitasi proses pembelajaran mahasiswa

Baca lebih lanjut